Kamis, 26 Juli 2007

makalah tasawuf suni dan falsafi

TASAUF SUNI DAN FALSAFI


Oleh :

Ibrahim F.0610057

EKONOMI ISLAM FAKULTAS STUDI ISLAM

UNIVERSITAS DJUANDA

BOGOR, 2007

KATA PENGANTAR

“kasihku, hanya Engkau yang aku cintai Pintu hatiku telah tertutup bagi selai-Mu,

Walau mati jasadku tak mampu melihat engkau,

Namun mata hatiku memandang-Mu selalu” (Rabi’ah al-Adawiyyah).

“saya cinta kepada Nabi SAW, tapi kecintaanku kepada pencipta telah memalingkan diriku dari mencintai makhluk”(Rabi’ah al-Adawiyyah)

Sesungguhnya tiada kebesara dan keagungan selain milik Allah, tuhan sekalian alam. Dialah yang telah menciptakan dan mengatur segala apa yang tercipta. Maka dari itu seharusnyalah kita sebagai ciptaan Allah agar selalu memuji dan bersyukur atas apa yang telah di berikan oleh Allah kepada kita, sehingga kita dapat menjalani hidup ini dengan petunjuk yang nyata kebenarannya, yaitu al-qur’an dan hadits.

Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda alam nabi besar Muhammad SAW, yang telah berhasil membawa islam memasuki abad keemasannya sehingga tercatat sebagai salah satu peradaban dunia yang luar biasa majunya, baik dari segi akhlak, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya. Shalawat dan salam semoga juga tetap tercurahkan kepada keluarga, sahabat, serta kita sebagai umat dan pengikut ajarannya sampai akhir jaman.Amien.

perasaan kehadiran Allah di dalam hati/qolbu tidak dapat datang dengan sendirinya, melainkan harus dilatih melalui keheningan batin, seperti misalnya seseorang tidak mungkin menangkap bayangan wajahnya di atas air yang deras, tetapi lihatlah gambar wajah kita yang utuh ketika air tenang, bening dan tidak ada riak sedikitpun. Begitu juga dengan melatih golbu/hati untuk merasakan kehadiran Allah.

Merasakan kehadiran Allah dalam hati hanya dapat diperoleh ketika keadaan jiwa dalam kondisi kontemplatif/bening dan menarik diri keluar beberapa saat dari hiruk pikuk dunia, dan dalam istilah tasauf hal ini dikenal dengan uzlah. Pola pelatihan ini memberikan penghayatan dzikrulloh yang berdimensi luas.

Dengan rahmat dan petunjuk Allah SWT, beserta dengan perjuangan maksimal yang penuh cobaan dan rintangan , akhirnya kami selaku pemakalah dapat menyelsesaikan tugas pembuatan makalah ini dan Dengan terselesaikanya makalah yang sederhana ini, kami sebagai penyusun, hanya bisa mengucapkan ribuan terimah kasih kepada seluruh pihak yang telah berperan aktif membantu kami baik moril maupun materil, dalam penyelesaian makalah yang singkat ini. Ucapkan terimah kasih khususnya kami sampaikan kepada :

1. Ust. H.hasan Basri tanjung, S.Ag., MA, sebagai dosen pembimbing mata kuliah “ Tasauf”

2. UPT Perpustakaan UNIDA, yang telah banyak membantu dalam penyediaan referensi referensi yang kami butuhkan.

3. serta kepada teman teman khususnya angkatan 2006, yang telah banyak memberikan masukan dan motivasi dalam pembuatan makalah ini.

Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas testruktur pada mata kuliah “TASAUF” dengan judul “TASAUF SUNI DAN FALSAFI” semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca dan pemakalah, khususnya pengetahuan pada mata kuliah tasauf ini. Terakhir penulis mengucapkan selamat berdiskusi.

Bogor, 26 Mei 2007

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I Pendaahuluan

BAB II Tasawuf Sunni

A. Pengertian dan Sejarah

B. Aliran Aliran tasawuf Sunni

v Hasan Basri

v Rabiah Al-Adawiyyah

C. Jalan Jalan Tasawuf Al-Ghazali

D. Kebahagiaan

BAB III. Tasawuf Falsafi

A. Awal Mula Terbentuknya Tasawuf Falsafi

B. Maqomat Maqomat dalam Tasawuf Falsafi

a) Al-Fana dan baqa

b) Al-Ittihad

c) Al-Hulul

d) Wahdatul Wujud

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Saran

Daftar Fustaka

BAB I

PENDAHULUAN

Di abad-abad awal Islam, kaum sufi tidak terorganisasi dalam lingkungan-lingkungan khusus atau tarekat. Namun, dalam perjalanan waktu, ajaran dan teladan pribadi kaum sufi yang menjalani kehidupan menurut aturan-aturan yang telah ditetapkan agama mulai banyak menarik kelompok manusia. Di antara abad kesembilan dan kesebelas, mulai muncul berbagai tarekat sufi, yang meliputi para ahli dari segala lapisan masyarakat. Ketika tarekat sufi, atau persaudaraan sufi ini muncul, pusat kegiatan sufi bukan lagi di rumah-rumah pribadi, sekolah atau tempat kerja sang pemimpin spiritual. Selain itu, struktur yang lebih bersifat kelembagaan pun diberikan pada pertemuan-pertemuan mereka, dan tarekat-tarekat sufi mulai menggunakan pusat-pusat yang sudah ada khusus untuk pertemuan-pertemuan ini. Pusat pertemuan kaum sufi biasanya disebut Khaneqah atau Zawiyya. Orang Turki menamakan tempat perlindungan orang sufi sebagai Tekke. Di Afrika Utara tempat semacam itu disebut Ribat, nama yang juga digunakan untuk menggambarkan kubu atau benteng tentara sufi yang membela jalan Islam dan berjuang melawan orang-orang yang hendak menghancurkannya. Di anak-benua India, pusat sufi disebut Jama'at Khana atau Khaneqah.

Sama halnya dengan berbagai mazhab hukum Islam, yang muncul pada abad-abad awal setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, dimaksudkan untuk menegaskan suatu jalan yang jelas untuk penerapan hukum tersebut, demikian pula tarekat-tarekat sufi yang muncul dalam periode yang sama bermaksud menegaskan jalan yang sederhana bagi praktik penyucian batin. Sebagaimana banyak mazhab hukum Islam (fiqh) tidak lagi dipropagandakan sehingga berakhir, demikian pula banyak tarekat besar menghadapi situasi yang serupa. Di abad kesembilan terdapat lebih dari tiga puluh mazhab fiqh Islam, tetapi kemudian jumlah tersebut berkurang hingga lima atau enam saja. Di abad ke-12 Anda tak dapat menghitung jumlah tarekat sufi, antara lain karena banyaknya, dan karena tarekat-tarekat itu belum ditegaskan sebagai tarekat. Sebagian besar syekh dan guru spiritual dalam tarekat sufi dan mazhab hukum tidak mengharapkan ajaran mereka akan diberikan penafsiran yang terbatas dan sering kaku pada masa setelah kematian mereka, atau bahwa tarekat sufi dan mazhab hukum dinamai dengan nama mereka. Namun, terpeliharanya tarekat-tarekat sufi sebagian sering merupakan akibat dari pengasingan diri (uzlah) secara fisik dan arah yang diambil oleh kecenderungan Islam

Suatu kecenderungan yang nampak pada tarekat-tarekat sufi ialah bahwa banyak diantaranya telah saling bercampur, sering saling memperkuat dan kadang saling melemahkan. Kebanyakan tarekat sufi memelihara catatan tentang silsilahnya, yakni rantai penyampaian pengetahuan dari syekh ke syekh, yang sering tertelusuri sampai kepada salah satu Imam Syi'ah dan karenanya kembali melalui Imam 'Ali ke Nabi Muhammad SAW, sebagai bukti keotentikan dan wewenangnya. Satu-satunya kekecualian adalah tarekat Naqsyabandiyah yang silsilah penyampaiannya melalui Abu Bakar, khalifah pertama di Madinah, ke Nabi Muhammad SAW.

Salah satu cara mengklasifikasikan dan membenarkan pemikiran tasauf adalah dengan melihat keterikatannya pda Al-qur’an dan sunah. Beberapa ulama suni membuat perbedaan antara tasauf yang mereka anggap berpegang teguh antara Al-qur’an dan sunah, dan tasauf yang tidak terikat pada Al-qur’an dan Sunah. Tasauf corak pertama memagari dirinya dengan Al-qur’an dan sunah serta menjauhi penyimpangan yang dapat menuju kepada kesesatan dan kekapiran. Adapun tasauf corak kedua memasukkan kedalam ajarannya unsur unsur falsafah dari luar islam seperti pemikiran yunani, persia, india, dan kristen dan mengungkapkan ajaran itudengan memakai istilah falsafah dan simbol khusus yang sulit di pahami orang banyak.

Tasauf corak pertama di namai “tasauf suni” adapun yang kedua dinamai dengan “tasauf falsafi” atau “tasauf semi-falsafi “ dan kadang kadang disebut juga dengan “tasauf teosofis” para pendukung tasauf filosofi ini menolak atas tuduhan bahwa tasauf yang mereka anut itu menyimpang dari al-qur’an dan sunah.

BAB II

TASAUF SUNNI

A. Pengertian dan Sejarah

Tasauf adalah asal kata dari Shafa dan shafwun yang berti bening dalam bahasa arab, sedangkan menurut Imam Ghozali Tasauf adalah pembersihan diri dan pembeningan hati terus menerus hingga hingga mampu mencapai musyahaadah dengan pelatihan jiwa, penempatan moral atau akhlak yang terpuji baik dari sisi manusia maupun dari sisi tuhan.

Pada periode/abad ke-3 dan ke-4 H atau abad ke-9 dan ke-10 M, perbedaan tentang tujuan pengalamana mistis tidak dapat di elakkan lagi. Gagasan tentang persatuan mistis yang di dorong oleh keutamaan cinta yang sebelumnya telah di artikulasikan dengan kuat terutama oleh Rabi’an Al- Adawiyah (w.185 H/801M), sufi perempuan dari basrah memeberikan suatu kerangka umum diskursus yang tidak berkesudahan, teori tentang fana’ (penghanccuran) dan baqa’ (kekekalan), menjadi bahan pembicaraan dan perbedaan y7ang sangat sengit.

Dalam perdebatan itu, para sufi terbagi menjadi dua kelompok. Yang pertama menolak mistis karena keadaan itu menurut mereka bertentangan dengan Aqidah Islam yang telah di gariskan oleh Al-qur’an dan Sunnah. Tasauf yang mereka ajarkan terutama menekankan aspek moral (akhlak), tasauf ini sebagai mana di akui oleh ulama’ suni sebagai “tasauf suni”.

Tasauf suni ini, di akui sebagai sufismen yang tetap konsisten dan komitmen dengan ajaran ajaran islam, karena tetap berpegang teguh pada al-qur’an dan sunnah. Oleh karena sipatnya yang demikian, maka tasauf tipe yang awal dapat di terima oleh sebagian besar Ulama terutama Ulama yang tergolong ahli sunnah. Hal ini pulalah salah satu sebab utama penamaan dengan tasauf suni, seperti yang di jelaskan di atas.

B. Aliran Aliran Tasauf Sunni

Diantara para sufi yang berpengaruh dalam tasauf sunni, diantaranya sebagai berikut :

v Hasan Al-Basri

Hasan Basri adalah seorang sufi angkatan tabi’in, seorang sangat takwa, wara’ dan zuhud. Sufi yang lahir di madinah ini bernama lengkap Abu Said Al-Hasan, beliau lahir pada tahun 21 H, walaupun di lahirkan dimadina, namun beliau di besarkan di Wadi al-Qura. Setahun setelah perang shiffin, beliau pindah ke Basyrah dan beliau menetap di sana sampai akhir hayat beliau, yaitu wafat pada tahun 110 H. di antara ajarannya yang terpenting adalah Al-Zuhud, al-khauf, dan Raja’.

Dasar pendirian yang paling utama adalah Zuhud terhadap kehidupan dunia, sehingga ia menolak segala kesenangan dan kenikmatan dunia. Hasan Al-Bisri mengumpamakan dunia ini seperti ular, terasa mulus kalau disentuh tangan, tetapi racunnya dapat mematikan. Oleh sebab itu, dunia ini harus di jauhi dan kemegahan serta kenikmatan dunia harus ditolak. Dan menurut hemat penyaji ini musti di lakukan untuk menjadi seorang sufi karena dunia bisa membuat kita berpaling dari kebenaran dan membuat kita selalu memikirkannya.

Prinsip kedua ajaran Hasan Basri adalah Khauf dan raja’ , dengan pengertian merasa takut kepada siksa Allah karena berbuat dosa dan sering melalaikan perintah Allah. Merasakan kekuranga pada dirinya dalam mengabdi kepada Allah, timbullah rasa was was dan takut, khawatir mendapat murka dari Allah. Dengan adanya rasa takut itu pula menjadi motivasi tersendiri bagi seseorang untuk mempertinggi kualitas dan kadar pengamdian kepada Allah dan sikaf raja’ ini adalah mengharap akan ampunan Allah dan karunia-Nya. Oleh karena itu prinsip prinsip ajaran ini adalah mengandung sikap kesiapan untuk melakukan muhasabah agar selalu memikirkan kehidupan yang hakiki dan abadi.

v Rabiah Al- Adawiyyah.

Rabiah Al-Adawiyyah bernama lengkap Rabi’ah Al-Adawiyyah Ismail Al-Adawiyah Al-Bashiriyah, beliau juga di gelari dengan Ummu Al-Khair. Ia lahir di basrah Tahun 95 H / 714 M, beliau di sebut Rabi’ah karena beliau puteri keempat dari anak anak ismail. Sedangkan Al-Adawiyyah di nisbahkan kepada kepada keturunannya, karena beliau lahir atau berasal dari bani Adawiyah. Ia meninggal pada tahuan 185 H / 80i M, dan di makamkan di basrah. Sufi wanita yang satu ini terkenal dengan konsep mahabbahnya yang tulus pada tuhan. Sehingga tidak menyisakan tenpat dihatinya untuk membenci saitan, serta beliau juga seorang yang cerdas terbukti pada masa kanak kananya ia telah hafal Al-qur’an dan sangat kuat beribadah serta kehidupannya yang sederhana.

Ajaran yang terpenting darinya yaitu konsep mahabbah (cinta), hal ini tidak dapat dipisahkan karena beliau adalah seorang sufi perempuan. Dan hal ini berkaitan juga dengan kudratnya sebagai seorang wanita yang berhati lembut dan penuh kasih.

Rasa cintanya banyak yang dituangkan kedalam syair syair seperti yang pemakalah kutif di bawah ini :

“kasihku, hanya Engkau yang aku cintai Pintu hatiku telah tertutup bagi selai-Mu,

Walau mati jasadku tak mampu melihat engkau,

Namun mata hatiku memandang-Mu selalu” (Rabi’ah al-Adawiyyah).

“saya cinta kepada Nabi SAW, tapi kecintaanku kepada pencipta telah memalingkan diriku dari mencintai makhluk”(Rabi’ah al-Adawiyyah)

C. Jalan Jalan Tasawuf Al-Ghozali

Menurut Al-Ghozali (W. 505), jalan para sufi di dalam Tasawuf baru dapat direalisasikan apa bila telah dapat di lumpuhkan hambatan hambatan jiwa serta membersihkan diri dari sifat sifat yang buruk sehingga Qalbu dapat terbebas dari pengeruh segala sesuatu selai Allah. Dengan demikian, menurutnya, jalan sufi adalah panduan ilmu dan amal amal, sedangkan buah hasil dari itu adalah moralitas. Hal ini berarti, bahwa tasawuf adalah semacam pengalaman dan perrjuangan yang erat, melalui belajar dan mensucikan rohani sehingga tasawuf di peroleh melalui ketersingkapan batin.

Al-Ghozali menyimpulkan bahwa kelompok kelompok pencari kebenaran ada empat golongan :

1) Al-Mutakallimin (para teolog), adalah mereka yang mengaku sebagai ahli ro’yi (pendapat) dan peneliti.

2) Batiniyyah (kebatinan ) adalah mereka yang mengaku sebagai penganut ta’lim dan orang orang khusus yang hanya mengambil ilm,u dari imak maksum.

3) Falasifah (para filosof) adalah mereka yang mengaku sebagai ahli mantiq (logika) dan argumentasi.

4) Shufiyah (kaum sufi) adalah mereka yang mengaku sebagai pemilik keistimewaan yang mampu menghadirkan jiwa, mencapai musyahadah (melihat langsung), dan mukasyafah (menyingkap sesuatu yang ghaib).

Setelah pengkajian yang sangat lama sekali, a-Al-ghozali memasuki jalan sufisme dan ia menyetakan bahwa ini tarekat yang sempurna yang di dalamnya ada ilmu yang amal. Ternyata hasil dari ilmu itu adalah penumpasan penyakit jiwa dan membersihkan diri dari watak watak yang tercela serta sifat sifat kotor. Sehingga akan mengantarkan kepada pengosongan hati dari selai Allah SWTdan menghiasi hatinya dengan Dzikir kepada-Nya[1]

D. Kebahagiaan

Kebagaiaan merupakan tujuan akhir perjalanan sufi, sebagai sebua pengetahuan tentang Allah dan ma’rifat. Mengenai kebahagiaan atau sya’adah. Al-ghozali menguraikan dalam kitab “kimia al-sya’adah” di samping ihya ulumuddin. Sepertin yang telah di jelaskan di atas bahwa menurut Al-ghozali kebahagiaan itu adalah ilmu dan amal. Ilmu di pelajari karena kemanfaatannya, dan sarana terbaik dari ilmu adalah amal yang mengantarkannya kepada kebahagiaan. Amal tidak mungkin terlaksana dengan baik tanpa ilmu yang menjelaskan tentang cara beramal itu sendiri.

BAB III

TASAUF FALSAFI

A. Awal Mula Pembentukan Tasauf Falsafi

Seperti yang dijelaskan di atas, perdebatan yang begitu sengit yang terjadi di golongan para sufi telah menyebabkan terpecah menjadi dua kelompok golongan pertama suni dan yang kedua falsafi. Para pengikut golongan ini bahwa persatuan mistis sebagai tujuan terakhir dan tertinggi dalam perjalanan rohani. Kelompok ini terpesona oleh keadaan fana’ sebagai jalan menuju persatuan diri mereka dengan tuhan. Baik dalam bentuk ittihad maupun dalam hulul. Makanya Tasauf yang di anut kelompok ini idsebut “tasauf Semi –falsafi” yang kemudian berkembang dari “tasauf palsafi” dalam bentuk yang lebih jelas dan sempurna, pada abad ke-6 dan ke-7 H.

B. Taqomat Maqomat dalam Tasawuf Falsafi

Selain maqomat maqomat yang telah ada, yaitu : taubat, sabar, waro’, kepakiran ,dzuhud, tawakkal, kerelaan, mahabbah, dan ma’rifat. Tasauf falsafi juga menjalankan maqomat maqomat yang mereka anggap kedudukannya lebih atas dari maqomat maqomat yang telah ada. Adapun maqomat maqomat itu adalah sebagai berikut :

a) Al-Fana’ dan Al-baqa

Sebelum seorang sufi bersatu dengan tuhan, maka ia harus terlebih dahulu, menghancurkan dirinya, selagi ia masih sadar akan dirinya, maka ia tidak akan bisa bersatu dengan tuhan. Peleburan diri tersebut di kenal dengan Fana (hilang-hancur), yang diiringi dengan baqa (kekal). Abu Yazid dikenal sebagai tokoh sufi yang pertama yang menimbulkan fana dan baqa, tersebut.bagian bagian al-Fana Al-fana’ ini antara lain :

v Fana Nafs. Menurt Abu Yazid, manusia pada hakikatnya bisa bersatu dengan Allah, apa bila ia mapu meleburkan keberadaannya sebagai satu pribadi, sehingga ia tidak menyedari kepribadiannya. Fana nafs adalah hilangnya kesadaran kemanusianya dan menyatu kedalam irodha Allah bukan jasad dan tubuhnya yang menyatu dengan Zat Allah.

v Fana Mistis. Yaitu hilangnya kesadaran dan perasaan di mana seorang sufi tidak merasalan lagi apa yang terjadi dalam organismenya dan tidak pula merasakan keakuannya serta alam semestanya[2].

b) Al-Ittihad

Al-Ittihad adalah seorang sufi yang dalam keadaan Fana (menyetu dengan tuhannya) di mana seorang sufi telah merasa dirinya besatu dengan tuhannya. Satu tingkat di mana yang di cintai telah menjadi satu.

Dalam proses terjadinya Ittihad secarah harfiah Yazid mengungkapkan bahwa : “ sebenarnya Dia (Tuhan) berbicara melalui lidah saya sedangkan saya sendiri dalam keadaan Fana” dengan ungkapan demikian bukan bermaksud ia mengaku sebagai tuhan serpi apa yang di lakukan oleh Fir’aun.

c) Al-Hulul

yaitu Faham yang mengatakan bahwa tuhan memilih tubuh tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah sifat sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuhnya iti di lenyapkan. Toko sufi yang mengembangkan faham ini adalah Al-halaj.

Doktrin Hulul merupakan salah satu tipe aliran tasawuf falsafi dan merupakan perkembangan dari ittihad. . konsep alhulul ini di bawa oleh Husen Ibnu Mansur Al-Halaj yang meninggal karena dihukum mati di bagdad pada tahuan 308 H, karena paham yang mereka sebarkan itu di pandang sesat oleh penguasa pada masa itu.

Menurut al-halaj manusia dan tuhan itu mempunyai sifat ganda yaitu sifat Lahut (ketuhan)[3] dan nasut (klemanusiaan). Jiak seorang dapat menghilangkan sifat nasut, maka tuhan akan bersemayam dalam tubuhnya di karenakan tuhan memiliki sifat sasut.

d) Wahdatul Wujud

kesatuan wujud “unity of existence” faham ini di bawa oleh Ibnu Araby. Paham ini menyetakan bahwa makhluk dan hak (tuhan) dapat bersatu sebagai mana dalam faham Hulul. Sebenarnya yang merupakan wujud sesungguhnya adalah Tuhan, dan wjud yang di jadikan tuhan ini pada hakikatnya bergantung pada wujud tuhan.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Tasauf yang berasal dari kata Shafa dan shafwun yang berti bening dalam bahasa arab, adalah pembersihan dari dari pembeningan hati terus menerus sehingga mampu mencapai musyahadah dengan pelatihan jiwa, penempatan moral atau akhlak yang terpuji baik disis manusia maupun disisi tuhan.

Perbedaan yang terjadi ditubuh sufi, yaitu berkenaan dengan tujuan pengalaman mistis, telah memisahkan mereka menjadi berkelompok kelompok. Dalam perdebatan itu, para sufi terbagi menjadi dua kelompok. Yang pertama menolak mistis karena keadaan itu menurut mereka bertentangan dengan Aqidah Islam yang telah di gariskan oleh Al-qur’an dan Sunnah. Tasauf yang mereka ajarkan terutama menekankan aspek moral (akhlak), tasauf ini sebagai mana di akui oleh ulama’ suni sebagai “tasauf suni”.

dan yang kedua falsafi. Para pengikut golongan ini bahwa persatuan mistis sebagai tujuan terakhir dan tertinggi dalam perjalanan rohani. Kelompok ini terpesona oleh keadaan fana’ sebagai jalan menuju persatuan diri mereka dengan tuhan. Baik dalam bentuk ittihad maupun dalam hulul. Makanya Tasauf yang di anut kelompok ini idsebut “tasauf Semi –falsafi” yang kemudian berkembang dari “tasauf palsafi”

B. SARAN

sesungguhnya manusia adalah tempatnya kesalahan dan lupa”

”tiada gading yang tak retak tiada manusia yang sempurna”

Itulah mungkin kata kata yang pantas kami tuliskan pada bagian akhir dari makalah ini, karena kami hanyalah manusia biasa yang tak terlepas dari kesalahan dan lupa. Saran dan kritikan sangatlah penyaji harapkan dari para pembaca sekalian, demi kesempurnaan dan perbaikan di masa yang akan datang. Dengan mengharapkan ridho ilahi dan rahmatnya semoga makalah yang ada di depan anda ini bisa menjadi bahan perbandingan bagi sumber sumber lainnya, dan semoga makalah singkat ini bermanfaat bagi kami sebagai penyaji khususnya dan pembaca pada umumnya.Amien.

DAFTAR PUSTAKA

Dr.Muhammad bin Rabi’ bin hadi Al-Madkhali. Hakikat Sufi dalam Al-Qur’an dan Hadits.Darul Falah.jakarta.2006

Dina Kristanti Yugraha dan Ikhsanti Sobariatunnisa. Tasauf Suni dan tasauf Falsafi. Mahasiswa Fakultas studi islam.Unida.Bogor.2007.

Hasan Basri tanjung.materi kuliah Ilmu Tasauf.Fakultas Studi Islam.Universitas Djuanda

Hasan Basri Tanjung.Ringkasan insiklopedia mata luliah ilmu tasauf. Fakultass studi islam.universitas djuanada.bogor

Hasan Basri tanjuang.dinamika tasawuf.fakultas studi islam.universitas djuanda.bogor.2004/1425



[1] Dina kristanti yugraha dan ikhsanti sobariatunnisa.tasawuf suni dan tasawuf falsafi. Mahasiswa fakultas studi islam. Universitas djuanda.bogor.2007

[2] Ibid hal 4

[3] Ibid 7

Tidak ada komentar: