Kamis, 26 Juli 2007

ekonomi 1997

Oleh ; Ade SH & baim keren

KONDISI EKONOMI TAHUN 1997 / 1998 DAN PASCA KRISIS

Tahun 1998 menjadi saksi bagi tragedi perekonomian indonesia, keadaannya berlangsung sangat tragis dan tercatat sebagai periode paling suram dalam sejarah perekonomian indonesia, sebagaimana kita selalu mengingat blak Tusday yang mennandai awal resesi ekonomi dunia tanggal 29 oktober 1929 yang juga disebut malaise.

Selama periode sembilan bulan pertama 1998, tak pelak lagi krisis yang sudah berjalan enam bulan selama tahun 1997, berkembang semakain buruk dalam tempo cepat. Dampak krisis mulai dirasakan secara nyata oleh masyarakat dan dunia usaha.

Dana moneter Internasional (IMF) mulai turun tangan sejaka oktober 1997, namun terbukti tidak bisa segera memeperbaiki stabilitas ekonomi dan rupiah, bahkan situasi semakin lepas kendali, krisisi ekonomi indonesia tercatat sebagai yang terparah di kawasan Asia tenggara.

Krisis yang berwal dari krisis nilai tukar baht 2 juli 1997, dalam tahun 1998 dengan cepat berkembang menjadi krisis ekonomi, berlanjut lagi krirsis sosial kemudian krisis politik dan pada akhirnya, berkembang menjadi krisisi total yang melumpuhkan nyaris seluruh sendi- sendi kehidapan bangsa, hampir seluruh sektor mengalami kebangkrutan bahkan tahta presiden suharto turut runtuh.

Krsisi kepercayaan.

Menguapnya dengat cepat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalammengambil kebijakan yang tidak segera memperbaiki ekonomi dan besarnya utang luar negri yang segera jatuh tempo, dari total utang luar negri per maret 1998 yang mencapai 138 Milyar Dollar AS, sekitar 72,5 milyar dolllar AS adalah utang swasta, dimana sekitar 20 milyar akan jatuh tempo , sementara cadangan devisa kita hanya 14,44 Milyar dollar.

Kepercayaan yang telah mencapai ketitik nol membuat rupiah yang ditutup pada level Rp 4850/ dollar 1997, meluncur dengan cepat menjadi Rp 17000 / Dollar AS pada 22 januari 1998, atau terdepresi lebih dari 80 persen sejak mata uang tersebut diambangkan 14 agustus 1997.

Melambungnya rupiah selain akibat meningkatnya permintaan dollar untuk membayar utang, juga reaksi terhadap angka – angka RAPBN 1998 / 1999 yang diumukan 6 januari 1998yang dinilai tidak realistis.

Krisis yang memeperlihatkan betapa rapuhnya fundamental ekonomi ini dengan cepat merambah kesemua sektor. Anjloknya rupiah secara dramatis menyebakan pasar uang, pasar modal, Bank rontok bhkan surat utang pemerintah merosot kebawah level yang terendah sehingga nilainya bagaikan sampah.

Puluhan bahkan ratusan perusahaan mulai dari ynag besar sampai yang terkecil bertumbangan, sekitar 70% lebih perusahaan yang tercatat dipasar modal juga insolvent atau Nota bene bangkrut, sektor yang terpukul adalah sektor konstruksi, Manufaktur dan perbankan, sehingga melahirkan gelombang besar pemutusan kerja (PHK). Pengganguran melonjak sangat tajam kelevel yang belum pernah terjadi sejak akhir 1960-an, yakni sekitar 20 juta orang atau 20 % lebih dari angkatan kerja. Akibat PHK dan naiknya harga – harga dengan cepat ini, jumlah orang yang berada dibawah garis kemiskinan meningkat mencapai sekitar 50% dari total penduduk.

Pendapatan perkapita yang mencapai 1. 155 dollar/ kapita tahun 1996 dan 1088 dollar/ akapita th 1997 menciut menjadi 610dollar/ kapita th 1998 dan sekitar 2/3 penduduk indonesia disebut organosasi buruh internasional (ILO) dalam kondisi sangat miskin pada tahun 1999, BPS juga menunjukan perkonomian yang tercatat masih mencatat pertumbuhan posotip 3,4 % pada kwartal ketiga 1997 dan nol % kuartal terakhir 1997 terus menciut tajam menjadai kontraksi menjadi 7,9 % pada kurtal 1 1998, 16,5 % kurtal II 1998 dan 17,9 % kurtal III 1998, kemidian inflasi hingga agustus 1998 sudah mencapai 54,54 % dengan angaka inflasi februari mencapai 12,67 %.

Dipasar modal Indeks saham gabungan (IHSG) di BEJ anjlok ketitik terendah 292, 12 poin , sementara kapitalisasi pasar menciut drastis dari Rp 226 Trilyun menjadi Rp 196 Trilyun pada awal juli 1998, kemudian kondisi pasar uang, denagan dinaikannya suku bunga sertifikat bank indonesia (SBI) menjadi 60 % menyebabkan kesulitan bank semakin memuncak, perbankan mengalami negativ spread dan tak mampu lagi menjalankan fungsinya sebagai pemasok dana kesektor riil.

Anomali.

Krisis kepercayaan ini menciptakan anomali dan membuat instrumen moneter dan fiskal tak mampu bekerja untuk menstabilkan rupiah dan perekonomian, sementara sisi fiskal yang diharapkan bisa menjadi penggerak ekonomi , juga dalam tekanan akibat surutnya penerimaan, situasi yang terus memburuk membuat pemerintah seperti kehilangan arah dan orientasi dalam menagani krisis, ditengah posisi goyahnya, suharto sempat menyampaikan konsep “ IMF Plus” akan tetapi tidak membawa perubahan yang berarti bagi pergerakan ekonomi, bahkan memicu adrenali masyarakat yang sebelumnya terbilang tenang menjadi beringas, kemarahan rakyat atas ketidak berdayaan pemerintah mengendalikan krisisi ditengah melonjaknya harga – harga bahan pokok dan gelombang PHK, segera menjadi aksi protes, kerusahan dan bentrokan berdarah diibu kota dan berbagain wilayah indonesia yang menuntun tumbangnya tahta kursi kepresidenan pada suharto 21mei 1998.

Tragedi berdarah ini memicu pelarian modal secara besar – besaran yang diperkirakan sekitar mencapai 20 Milyar dollar AS, gelombang hengkang pengusha keturunan, rusaknya distribusi nasional, terputusnya pembuyaan lur negri dan banyak penangguhan investasi asing yang masuk keindonesia

Burukinya kondisi ekonomi,sosial dan politik denagan cepat ini berlangsung selama kurtal kedua, bahkan kurtal ketiga 1998 begitulah kita telah menyaksikan episode terburuk dalm pereokomian indonesia tahun 1998.

Runtuhnya industri perbankan nasional.

Selain warisan penyakit masa lalu, ada karakter yang membantai industri perbakan nasional selama tahun 1998 pertama kepanikan nasabah yang mengakibatkan sumber pendanaan kosong melompong, Bank indonesia memang menyuntikan likuiditas berupa BLBI. Akan ttapi penegenaan suka bunga BLBI telah menjadukan pula pemilik menghadapi beban yang terus bertambah.

Adapun faktor lain yang mewarnai, yakni suku bunga kredit yang lebih tinggi ketimbang suku bunga simpaan nasabah. Akibatnya terjadi negativ spread. Beban bankir semakin bertambah saja, resesi ekonomi telah mencampakakan sewmua kredit yang disalurkan menjadi sampah. Idialnya , pemilik bank sendiri harus menyuntikan modal untuk menberi roh pada perbankan. Akan tetapi itu tidak dapat dilakukan. Pemilik bank juga bangkrut, karena kredit yang disalurkan kekkelompok sendiri, terjerat kredit macet.Akibatnya BI harus menanggung semua beban yang ada pada perbankan.

Pemerintah merencanakan Rekapitalisasi denagan penerbitan obligasi.Diperkirakan akan ada Rp 257 Trilyun untuk menyuntikan modal perbankan. Akan tetapi angka itu dianggap terlalu moderat, jauh dari memadai. Kredit bermasalah bank sendiri mencapai kurang lebih Rp 300 Trilyun. Meski demikian angka Rp 257 Trilyun. Itu juga bukan hal mudah untuk dipenuhi.

Sebelum rencana rekapitalisasi, ada sejumlah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk menyehatkan perbankan nasional akan tetapi kebijakan yang dikeluarkan pun untuk menyehatkan perbankan seperti anak – anak bermain tali, tarik ulur hampir mewarnai kebijakan pemerintah atas perbankan, kebijakan yang dilaksanakan itupun, belum memperjelas arah kebijakan pemerintah yang hendak ditempuh dalam dunia perbankan. Dengan rekapitalisasi perbankan pemerintah berobsesi menciptakan perbankan yang sehat dan kuat serta mampu bertarung dipasar global.

Tidak ada komentar: